Minggu, 08 Februari 2015

Anak-Anak dan Ruang Musik

Abdullah Totong Mahmud (A. T. Mahmud)

Musik diyakini sebagai bahasa yang universal. Kekuatan lirik dan nada mampu menyentuh pribadi manusia paling dalam. Emosi akan dihanyutkan dalam alur yang melankolis, bukan kebetulan air mata kan terurai kala mendengar karya seorang maestro. Atau boleh jadi luapan perasaan seseorang disulut hingga menjadi bentuk yang subversif sebagai wujud perlawan. Lagu juga akan membuka persepsi seseorang tentang tema yang didendangkan. 


Seks misalnya. Melalui lagu, anak-anak akan lebih terbuka membicarakannya. Walhasil, anak-anak Indonesia mendengar musik yang tidak sesuai porsinya. Lirik “Kuhamil duluan, sudah tiga bulan” akan lebih menstimulus imajinasi anak-anak ketimbang syair lagu “Desaku yang kucinta, pujaan hatiku”. Lagu karangan Abdullah Totong Mahmud, Ibu Sud, Pak Kasur, dan Titiek Puspa kini serasa kerinduan, lama tak jumpa dengan lagu serupa. Memang, produsen dan industri kini menyempitkan ruang anak-anak untuk mendengar lagu yang berupa asupan positif bagi perkembangan jiwa. 

Dalam sebuah kesempatan, penulis sempat berbincang dengan Ening Ningsih, seorang psikolog sekaligus dosen di Fakultas Psikologi UIN SGD Bandung Oktober 2013 silam. Perbincangan tersebut berkesimpulan, konten sebuah lagu  akan berdampak pada perkembangan jiwa anak. Bagi anak yang belum mengerti isi lagu memang bukan masalah, tapi lain hal dengan anak yang sudah bisa mencerna lirik. Pada umumnya, anak usia tiga tahun ke atas sudah mulai memahami kalimat sederhana. Pada usia tersebut, anak sudah mampu meniru syair lagu meski belum sepenuhnya mengerti. Memasuki usia sekolah dasar, anak mulai bisa merefleksikan apa yang didengar dan dilihat dalam kehidupan sehari-hari.

Idealnya pubertas terjadi antara usia sebelas sampai lima belas tahun. Namun, gejala tersebut tidak sepenuhnya terjadi karena faktor biologis semata. Lingkungan sekitar, termasuk musik yang didengar, akan membuat usia puber menjadi semakin dini jika lingkungan tidak sesuai dengan porsi seorang anak. Disinyalir, pubertas bisa terjadi pada anak berusia di bawah sembilan tahun. Jika pubertas sudah dirasakan, tidak menutup kemungkinan seorang anak akan mencoba mengenal konten-konten yang berbau pornografi dengan sendirinya.

Media, terutama televisi sudah merangsang hal tersebut. Bisa jadi, aksi dari grup vokal cilik dengan lagu dan gaya yang begitu dewasa berpengaruh pada imajinasi dan proses kedewasaan anak. Bisa juga lagu dangdut yang bermuatan lirik tidak senonoh akan membuka persepsi anak di bawah umur soal seks. Lagi-lagi, musik, apapun temanya, hadir sebagai faktor perubahan personal maupun perubahan sosial. 


Ruang Musik bagi anak-anak           

            Pada fasenya, pendidikan awal yang diterima oleh anak-anak adalah bunyi, dan musik merupakan salah satu bentuknya. Belakangan, barulah seorang anak mengenal metode visual dalam media pembelajaran. 

            Dalam sejarah musik Indonesia, banyak maestro yang apik meracik lagu sebagai representasi dunia anak-anak. Bulan, ibu, pelangi, kampung halaman, dan banyak hal yang direpresentasikan dalam bentuk musik. Anak-anak pun memiliki ruang yang sesuai dengan masanya. Dalam ruang tersebut, anak-anak diajak mencerna sebuah objek tanpa melampaui satu fase pertumbuhan. Yakni fase dimana seorang anak memahami dunianya melalui musik. 

Lirik “Sakitnya tuh di sini, di dalam hati ini” sudah jelas tidak merepresentasikan dunia anak-anak. Karena ruang untuk musik anak kian sempit, lirik lagu tersebut dimakan bulat-bulat lalu bising di sekolah, di warung-warung, dan di ruang keluarga. Musik paling universal untuk mengendap pada diri seorang manusia. Tak sedikit juga orang dewasa yang dibangkitkan romantisme masa kecilnya.

24 Desember 2014 lalu, Forum Literasi yang digagas Hafidz Azhar, alumnus Bahasa dan Sastra Arab UIN SGD Bandung menggelar diskusi bertajuk “Musik Sebagai Perubahan Sosial”. Hawe Setiawan (Budayawan Sunda) selaku pembicara berpandangan, kini anak-anak tidak punya penyambung lidah musikalnya. Merujuk pada gejala sosial tersebut, agaknya kita perlu siklus. Siklus yang mesti mengembalikan ruang sebenar-benarnya musik anak.

Belakangan ini ada beberapa musisi yang sudah berupaya meraih eksistensi musik anak di jagat hiburan. Grup band Naif dengan Album “Bon Bin Ben” dan The Dance Company dengan singleTebak Suara” dan “Anak Indonesia” sempat berpihak pada anak.  Namun, usaha itu masih tersisihkan. Anak-anak masih gandrung dengan lagu yang begitu dewasa. Walhasil, album tinggalah album, lagu tetaplah lagu, bukan malah jadi gerakan masif sebagai media pendidikan yang tersebar melalui frekuensi publik.

Tanpa dukungan dari industri, musik anak nyaris tak berkembang. Anak-anak akan tetap berada pada zona musik yang sekarang. Dunia yang sebenar-benarnya musik anak mesti direngkuh balik. Industri, musisi, dan lingkungan terdekat adalah subjek utama yang memberi ruang untuk fantasi kreatif anak. Fantasi kreatif, bukan fantasi yang lain. Bunyi dan suara adalah permulaan bagi anak-anak. Sebermula adalah bunyi, maka suarakanlah dengan musik sebagai bentuk bunyinya.

1 komentar:

  1. Halo Bos! Selamat Datang di ArenaDomino.com
    Arenadomino Situs Judi online terpercaya | Dominoqq | Poker online
    Daftar Arenadomino, Link Alternatif Arenadomino Agen Poker dan Domino Judi Online Terpercaya Di Asia
    Daftar Dan Mainkan Sekarang Juga 1 ID Untuk Semua Game
    ArenaDomino Merupakan Salah Satu Situs Terbesar Yang Menyediakan 9 Permainan Judi Online Seperti Domino Online Poker Indonesia,AduQQ & Masih Banyak Lain nya,Disini Anda Akan Nyaman Bermain :)

    Game Terbaru : Perang Baccarat !!!

    Kini Hadir Deposit via Pulsa Telkomsel / XL ( Online 24 Jam )
    Min. DEPO & WD Rp 20.000,-

    Wa :+855964967353
    Line : arena_01
    WeChat : arenadomino
    Yahoo! : arenadomino

    INFO PENTING !!!
    Untuk Kenyamanan Deposit, SANGAT DISARANKAN Untuk Melihat Kembali Rekening Kami Yang Aktif Sebelum Melakukan DEPOSIT di Menu SETOR DANA.

    BalasHapus