Senin, 24 Desember 2012

Kecelakaan Mengerikan, dan Kakinya Putus



“Dibawah kuasa tirani, kususuri baris jalan ini. berjuta kali turun aksi, bagiku satu langkah pasti,” penggalan dari lagu "Buruh Tani" entah dinyanyikan oleh siapa, dan sering dinyanyikan aktivis kampus kalau berdemo.

Dimalam minggu itu hampir dua jam aku habiskan bersama teman-teman satu jurusan untuk menyanyikan lagu tersebut menyusuri lampu merah di Simpang Dago sambil mengetuk setiap kaca mobil yang antri menunggu lampu hijau. Satu persatu para pengemudi itu membuka kaca mobil mereka untuk mengisi kardus yang kami sodorkan dengan rupiah. Sumbangsih orang-orang baik hati ini rencananya akan kami salurkan untuk bakti sosial kepada sekolah anak jalanan, di daerah Jatinangor, Sayang (nama daerah) tepatnya.

sepertinya kaki dan pita suara kami mulai lelah. Kami menepi untuk mengakhiri cerita di Persimpangan Dago malam itu. Lingkaran tak beraturan kami bentuk sambil berbagi cerita dan evalusi. Aku masih asik memainkan si putih, nama gitar yang aku pinjam dari temanku bernama Fitri, sambil mendengarkan beberapa patah kata dari ketua himpunan jurusan kami.

Tiba-tiba segerombolan geng motor datang menghampiri kami yang hendak pulang. Aku kira ada apa. Ternyata mereka punya niat baik yang sangat membantu kami. Mereka turut berkontribusi dalam penggalangan dana malam itu. Segerombolan geng motor ini ternyata memberikan sekantung uang hasil turun ke jalan dan satu dus baju-baju bekas. Aku cukup kaget, ternyata geng motor juga mau peduli untuk acara macam ini. Niat baik mereka ternyata dipelopori oleh Iwan, salah satu anggota geng motor mereka dan juga bagian dari panita Baksos. Ya, solusi yang cerdas dengan memanfaatkan jaringan yang luas.

Volume mobil sepertinya mulai berkurang, pertanda malam semakin larut. ½ malam sepertinya telah kami habiskan. Kaum wanita yang turut hadir sepertinya didera gundah. Biasalah, wanita baik-baik biasanya akan resah berlama-lama di luar pada malam hari. Motor-motor yang parkir disamping trotoar dinyalakan. Kami bergegas menuju kampus yang sebelum pulang ke rumah atau kosan masing-masing.

Gedung kampus terlihat di pelupuk mata. Tepat di depan rektorat kami duduk. Keping demi keping, lembar demi lembar kami hitung.

Selagi asik mengitung, tiba-tiba terdengar suara seseorang yang memanggil namaku. Ternyata itu adalah Pimpinan Umum (PU) Suaka. Ojan, Begitulah teman-teman Suaka akrab memanggilnya. Pucuk dicinta ulan pun tiba, ditengah gerombolan teman-teman Ojan, tergeletak satu bungkus rokok, langsung saja aku sikat dengan penuh keyakinan. Alamak, mantap kali rokok geratisan. Rupanya Ojan sedang berkumpul bersama teman-teman KKM-nya. Ada pemandangan yang membuat kelopak mata ini segar rupanya. Ditengah-tengah mahasiswa semester akhir ini ternyata ada seorang wanita berkuliat putih, wajah menarik, dan body aduhai. Dengar-dengar sih itu Cinta Lokasinya Ojan.
Asik juga ternyata berumpul dengan mereka. Tetapi daya tarik yang paling memikat bukan pada wanita itu, melainkan pada seorang lelaki berkacamata yang sedang memainkan gitar dengan merdu membawakan lagu-lagu populer Zaman sekarang. Spontan aku ikut bernyanyi dengan mereka walaupun belum sempat berkenalan satu persatu. Ternyata benar, musik adalah alat pemersatu.

Orang-orang yang masih lekat dengan suka cita KKM ini bubar, mungkin karena wanita berkulit putih itu pulang. Mungkin mereka menganggap tak lengkap dimalam hari tanpa wanita, apalagi Ojan. Ya, Ojan.

Aku kembali pada teman-teman satu jurusanku. Rupanya mereka sudah selesai menghitung dana yang terkumpul dari hasil mengamen. Jumlahnya cukup memuaskan, sekitar Rp. 480.000,- kita rauk malam itu. Angka itu melebihi ngamen kita yang pertama.

Satu persatu teman wanita kami pulang untuk menuju si pulau kapuk. Tinggal kita kaum jejaka yang tinggal ditemani beberapa orang lewat dan Satpam kampus.

Tak lama berselang, geng motor Iwan datang bergabung bersama kami kembali dengan motor-motor yang mengingatkan kami pada era 90-an kebawah. Rokok dan kopi menemani perbincangan manis kami malam itu. 

Udara semakin dingin, semilir angin begitu dalam menusuk kulit, suara kendaraan tidak terlalu bising meraung-raung di telinga. Suasana yang menunjukkan diatas pukul 12.00.
……………..
…………….
…………….
Cukup hening
……………..
……………..
………………
Braaaaaaaakkkkkkkkk. Tiba-tiba suara keras mengagetkan kami semua. Kami serentak berdiri dan segera menuju sumber suara. Mungkin itu suara motor terjatuh.

Ternyata benar dugaan kami sebelumnya, sebuah motor bebek tergeletak disisi jalan tepat didepan kampus. Mata saya langsung memburu mencari-cari korban. ternyata mereka berada cukup jauh dari motor. Dua orang pengemudi motor dan seorang temannya terkapar di depan pagar kampus. Aku langsung menghampiri mereka untuk mengetahui keadaan korban.

Alamak, kaget bukan kepalang melihat keadaan mereka. Perasaan jijik, kasihan, takut, campur aduk malam itu. Kecelakaan itu ternyata menggegerkan kami luar biasa. Salah satu pergelangan kaki korban terputus, dadanya bergetar, matanya terbelalak dan putih. Sementara korban yang satunya lagi masih sadarkan diri sambil melontar jerit kesakitan. Aaaaaaaaaaa, aaaaaaaaaaaaa, tolooooooong, tolooooong,” jerit si korban yang bercampur isak tangis.

Niat ingin menolong berubah derastis. Ingin mendekat pun enggan. “Telepon polisi, telepon polisi,” kata beberapa orang dari kami. Namun  tak satu pun melakukan tindakan. Kami malah seliweran tidak jelas kesana kemari karena panik. Tak lama kemudian satpam UIN yang masih berjaga-jaga datang dengan nafas terengah-engah. Satpam yang mungkin sudah terbiasa dengan peristiwa macam ini segera mengambil langkah dengan menghubungi polisi.

Kami masih shock. Sesekali aku masih menghampiri korban karena penasaran dengan potongan kakinya. Malam yang gelap sedikit mengaburkan pandangan. Apalagi aku tidak berani mendekati korban yang sekarat itu. Sepertinya darah mengalir deras dari kakinya. Wajar saja korban begitu parah. Mereka hanya memakai celana pendek dan tidak mengenakan helm. Kecelakaan seperti itu tidak mungkin disebabkan oleh laju motor yang pelan, ditambah lagi tikungan sebelum kampus yang miring dan cukup tajam. Batu pembatas jalan pun hancur karena terhantam motor.

Waktu cukup lama berlalu. Polisi tidak kunjung datang. Sungguh tidak bisa membayangkan apa yang dirasakan oleh mereka. Apalagi dengan korban yang kakinya terputus. Korban yang lain merengek kesakitan. Terdengar isak tangis dari kejauhan. Berdiri tak mampu, bahkan duduk pun tak bisa.
......................
………………
………………
………………
………………

Akhirnya aku merasa sedikit lega. Mobil patroli polisi datang. Mereka langsung menghampiri si korban. Aku yakin mereka pun kaget bukan kepalang. Para polisi terlihat kebingungan. Sementara para pengayom masyarakat itu melakukan evakuasi, kami malah menjauh karena takut dimintai tolong. Aku dan teman-teman masuk kedalam kampus dan melihat dari kejauhan aksi penyelamatan dari gerombolan berseragam abu-abu dengan rompi warna hijau.

Jeritan kesakitan terdengar keras kala polisi mengangkat bocah-bocah malang itu. Apalagi mereka diangkat kedalam mobil bak terbuka yang seluruhnya besi dan bergelombang. Bayangkan apabila kaki korban yang buntung  itu terbentur besi saat mobil melaju. Bayangan yang begitu mengerikan.

Setelah kedua korban diangkat kedalam mobil, para pahlawan kami segera meluncur dengan sirine mobil kebanggaan mereka.

Kita bisa menghela nafas dengan lega walau kaki dan tangan ini masih bergetar karena kejadian mengerikan itu. Sekitar satu jam kami masih didepan kampus membicarakan peristiwa yang baru pertama kali aku lihat. Sebenarnya, malam itu aku berniat pergi ke Subang untuk menemani temanku, Teguh, pulang ke desanya. Tapi kejadian itu serentak membuat kacau niat semula. Aku dan teguh sangat enggan dan takut berpergian jauh. Menurut keterangan salah satu temanku, tempat itu memang rawan kecelakaan. Beberapa hari yang lalu sempat terjadi insiden yang tidak jauh berbeda dengan kejadian yang baru saja kami saksikan.

Setelah semua itu terjadi, kami bergegas pulang. Cerita itu pun masih berlanjut sampai keesokan harinya

Salman Nahumarury
Bandung, 15 maret 2012.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar