Gua
kira ini salah satu tulisan gua yang “alay”. Tapi entahlah gua, cuman kesel.
Cie, Parangteritis nih. |
Sebelum kita cabut ke
Jogja. Anak-anak ngumpul di UIN. Kayanya bahagiaaaaaaa banget. Apalagi naik bis
UIN yang baru. Secara,
sebelumnya bis UIN Cuma ada satu yang berasal dari abad pertengahan. Kalo di pake
ke Cicaheum aja mogok tiga kali.
Feeling
gua mulai gak enak waktu anak-anak udah pada naik ke dalam bis. Edan, pada rebutan tempat duduk. Dan karena gua mempunyai
sifat kepahlawanan dan ketampanan, akhirnya tempat duduk yang semula menjadi
hak gua dengan sukarela dihibahkan ke Mariam, klo gak salah itu juga. Akhirnya gua harus BERDIRI. Gak
mungkin dong gua biarkan cewe imut seperti Mariam harus berdiri bergelayutan
atau ngampar di lantai bus. Kalo Mariam
seperti itu, sumpah, betapa liarnya Mariam.
Horeeeeeeeeee, bis
akhirnya jalan. Pada bagaia tuh pasti orang-orang yang duduk. Si Sri (cetruk)
dengan penuh belas kasih mempersilahkan gua duduk disampingnya. Bertiga sama
Ririn. Walaupun gua Cuma kebagian space
sedikit, tapi membuat gua agak nyaman sedikit. Terimakasih Cetruk.
Perjalanan udah sampai
di daerah Nagrek. Ini pantat udah mulai meraung-raung. Klo pantat gua bisa
ngomong, mungkin dia akan ngomong “Salman, lu bela-belain duduk deket cewe
penjual Cetruk sementara gua harus menderita karena Cuma kebagian tempat duduk
sepotong, pliss kasihanilah anggota badanmu”.
Karena pantat gua udah
mulai menagih haknya untuk mendapatkan tempat yang lebih layak, akhirnya gua
berusaha untuk mencari tempat yang lebih nyaman untuk sang pantat. Mata ini
tertuju pada seonggok karpet yang tergeletak di lantai bus. Gua putuskan untuk
menggelar karpet itu.
Karpet telah digelar.
Kayanya gua bakal dapet dua keuntungan. Pertama bisa duduk. Kedua bisa ngagoler di lantai bus. Tapi sayangnya
itu Cuma asumsi gua doang. Awalnya sih memang nyaman banget. Tapi, ini kisah mulai berbeda waktu
perjalanan udah nyampe di Cilacap. Gua
bingung, yang gua tumpangin itu bus, apa jet
coaster. Badan gua terasa terombang ambing bak sampan kosong dilautan lepas. Posisi
tubuh gua mengikuti arah bus. Bus kekiri, gua ikut ikut ke kiri. Bus ke kanan,
gua ikut kekanan. Sunguh, kala itu jalanan
yang mengendalikan tubuh gua. Ga salah lagi, jalan pasti mirip-mirip puncak
atau lembang. Niat untuk dapet posisi nyaman telah sirna.
Sumpah, gua lebih mirip
gembel di pinggiran ruko dibanding anggota Suaka yang mau ke Jogja dan udah
bayar Rp125.000,-. Ditengah penderitaan yang menggoncang jiwa, gua sempetin
liat temen-temen lain yang juga bayar Rp125.000,-. Alamak, indah nian
perjalanan kalian malam itu. Duduk berdua bersama teman kebanggaan kalian dan
tidur pulas dengan mulut menganga lebar ke langit serta membiarkan air liur bermuara
di pundak teman sebelahnya. Selamat yah, kalian telah merasakan tidur yang
begitu nyenyak dan membiarkan sesosok orang hitam tergelatak di lantai bus.
Huft,
GUA BAYAR Rp125.000,- BUKAN UNTUK BERCINTA DENGAN LANTAI BUS DAN KAKI BERLAPIS SEPATU YANG BERADA TEPAT DI
DEPAN WAJAHKU. NGOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOKKKKK.
Fase pertama dalam
penderitaan malam itu telah berakhir, helaan nafas tanda toleransi kepada
sobat-sobat gua hembuskan. Keadaan yang tak wajar menjadi kelambu dalam usaha
untuk tidur.
GOJLAAAAAAAAG!!!!! Et
daaaaaaaaahh, baru aja sukses buat tidur, tiba-tiba tas segede berhala jatuh
tepat ke muka gua. Horeeee,, pertunjukan sirkus udah mulai. Cekikikan yang
luar biasa pada keluar dari manusia-manusia yang duduk itu. Haha, senang banget
lu semua. Tertawa di atas penderitaan teman kalian yang sama-sama
membayar Rp125.000,-.
Oke. Oke. Anggap aja ini hiburan bagi kalian yang sedang dijamu perjalanan.
Gua tumbalnya BEGO.
Tanpa perduli dengan mereka yang
melepas rasa toleransi itu, gua lanjutin tidur. Kendaraan baru kebanggaan UIN
ini sedang berpacu ditengah sepinya malam menghalau segala rintangan dan
lubang-lubang yang menyambutnya. Tak lama setelah tragedi mirip sirkus yang
pertama, tiba-tiba segelas minuman entah bekas siapa mendarat tepat diwajah
orang tampan ini.
CIPRAAAATTT. Shit.
Ga cukup apa kalian menertawakan aku dengan tragedi pertama. Kini, haruskah
kalian menertawakan aku ditengah nyenyaknya tidur kalian? Dan jawabannya adalah
“HARUS”. Kebahagian mereka malam itu lengkap sudah. Dan penderitaan gua malam
itu juga lengkap.
Kalian menang. 2-0 untuk kemenangan kalian.
Engga ada yang mencoba untukmempersilahkan duduk untuk lelaki yang patut
dikasihani ini.
Engga adaaaaaaaaaaaa.
Engga ada seseorang yang mencoba untuk mengusap air yang tumpah diwajah
gua.
Engga adaaaaaaaaaaaa. Gua
sedih BEGOOOOOO.
Salman
Nahumarury
Bandung,
3 Maret 2012
salman asirih nahumarury?
BalasHapusBetul sekali Mas Agus Prasetwa si tukang kendang..hahaha
Hapusngakak ga brenti!
BalasHapusmakanya jangan ngecein aku ditulisan kamu.
Shit man,
BalasHapusitu emang nyata... kmu emang baru pertama kali ke pantai..hahaha